Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi momok di masyarakat. Terutama di DKI
Jakarta yang memiliki kepadatan penduduk tingi. Tahun 2009, DBD di DKI Jakarta tercatat 18.366
kasus. Sementara di tahun 2010, hingga 20 Januari sudah ada 891 kasus. Adapun
tingkat kematiannya mencapai 1-2 orang per 100 kasus.
Pakar
kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr. Tri Yunis Miko W.
MSc mengatakan, sampai saat ini diketahui bahwa demam berdarah disebabkan
infeksi virus yang belum ada vaksin dan obatnya.
“Penyakit ini
memang tidak usah diobati. Jika cairan cukup, penyakit ini akan sembuh sendiri.
Asalkan selama 8 hari tidak sampai terkena penurunan tekanan darah dan syok,”
kata Tri saat Konferensi Pers Gerakan Nasional Cegah Demam Berdarah, Senin
(1/2).
Apalagi jika
daya tahan penderita cukup baik dan nafsu makan serta minum tidak terganggu,
penyakit itu akan hilang sendiri. “Biasanya yang membuat penyakit ini berakibat
fatal adalah jika tidak doyan makan dan tidak mau minum. Terutama anak-anak,
ketika terjadi demam malah tidak mau minum dan makan. Sehingga pada saat
kondisi kritis, yang ditandai dengan menurunnya jumlah trombosit, tubuhnya
sangat lemah. Akibatnya terjadi syok dan penurunan tekanan darah,” ujar Tri.
Penyakit DBD
ditandai dengan demam tinggi. Orang tua perlu mewaspadai periode tapal kuda, di
mana demam tidak lagi tinggi, namun sebenarnya trombosit sedang menurun. Pada
periode inilah maut bisa menjemput. Yakni saat trombosit menurun, daya tahan
melemah, sehingga syok dan tekanan darah menurun tajam. Jika masa periode tapal
kuda sudah terlewati, penyakit ini pun bisa dikatakan hamper sembuh.
Selama demam,
penderita DBD harus cukup mengkonsumsi makanann bergizi, terutama cairan. Yang
dimaksud cairan, menurut Tri, adalah cairan apa saja yang bisa dikonsumsi,
terutama yang mudah diserap. Jika demam berdarah ringan, cukup diberi cairan
saja. Sementara kalau sudah masuk kategori sedang dan berat, harus diinfus.
Selain daya
tahan yang kuat, hal yang terpenting dalam pencegahan DBD adalah membuat nyamuk
Aedes aegypti tidak bisa berkembang biak,karena binatang itu merupakan
penghantar utama/vektor penyakit ini.
Menurut pakar
entomologi dari Institut Pertanian Bogor, Dr. drh. Upik Kusumawati Hadi MS,
jika selama ini nyamuk Aedes aegypti dianggap hanya hidup di air yang jernih
dan bersih, ternyata anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Dari penekitian yang
dilakukan di Semarang,
nyamuk berbintik-bintik hitam putih ini bisa hidup juga di air yang kotor.
Seperti di kandang ayam yang sudah tercampur dengan feses ayam dan deterjen.
“Bahkan nyamuk inipun sudah bisa hidup di selokan yang kotor,” ujarnya.
Pencegahan di
rumah yang bisa dilakukan adalah dengan membersihkan segala tempat yang biasa tergenang
air. Seperti pada dispenser, pot tanaman, bak mandi, serta selokan. “Bak mandi
wajib disikat, karena jika tidak disikat, telur nyamuk masih akan menempel dan
setelah bak diisi air kembali, telur itu masih bisa hidup. Siklus nyamuk Aedes
aegypti adalah satu minggu. Jika bak mandi disikat setiap seminggu sekali,
siklusnya bisa diputus,” kata Upik. (lis)
Sumber
: Warta Kota, Edisi Minggu, 7 Februari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar