Malam pergantinan tahun selalu dirayakan secara spektakuler oleh hampir seluruh umat manusia di dunia. Mulai dari konvoi kendaraan di jalanan, pesta kembang api, pertunjukkan musik, sampai pesta minuman keras. Semuanya bersuka ria menyambut pergantian tahun baru. Tapi tahukan Anda sejarah perayaan pergantian tahun Masehi?
Perayaan tahun baru Masehi merupakan pesta orang-orang Romawi. Mereka mendedikasikan perayaan tersebut untuk dewa sembahan mereka yang bernama Janus yang merupakan dewa gerbang, pintu dan permulaan. Karena itu, bulan pertama dari permulaan tahun Masehi bernama Januari, diambil dari kata Dewa Janus.
Bagi Bangsa Romawi, Janus dirupakan sebagai dewa yang memiliki dua wajah. Satu wajah menghadap ke depan dan satu lainnya menghadap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu. Janus biasanya disembah bila orang Romawi mau memulai sebuah pekerjaan baru. Dengan demikian jelas bahwa perayaan tahun baru sama sekali bukan ajaran Islam. Hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin agama dan keyakinan bahkan ritual menyembah dewa Romawi, bukan sebata perkara dunia dan hiburan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam di Indonesia bahkan di dunia selama ini selalu mengikuti perayaan pergantian tahun tanpa mengetahui hukun dan asal muasal perayaan tersebut. Dalam pengisian acara malam tahun baru pun selalu diisi dengan hal-hal yang berbau maksiat, seperti minum minuman keras, berkumpul laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, bahkan di beberapa negara, malam pergantian tahun sering dijadikan ajang melepas keperawanan. Naudzubillahi min dzalik.
Hadits riwayat Abu Daud menjelaskan, "Siapa yang menyerupai satu kaum, maka ia termasuk diantara mereka." Sementara merayakan tahun baru adalah budaya orang kafir. Maka apabila seorang muslin terlibat dalam perta perayaan tahun baru, berarti dia telah menyerupai orang kafir. Selain tidak ada manfaatnya, merayakan tahun baru sangat berpotensi pada melakukan perbuatan dosa.
Bertambahnya waktu pada dasarnya adalah berkurangnya umur seseorang, dimana ajal kematian makin mendekat. Alloh SWT berfirman:
Artinya:
"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. Al-A'raf : 34)
Umur dapat diartikan sebagai masa atau jatah waktu bagi seseorang untuk hidup di dunia. Umur juga merupakan kesempatan yang diberikan oleh Alloh, karena dengan adanya umur, kita mempunyai kesempatan untuk menabung amal baik untuk kehidupan di ahkirat kelak.
Rasulullah SAW bersabda: "Umur umatku adalah antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit dari mereka yang mlelebihi itu." (HR. Tirmizi, Ibnu Majah dan Al-HAkim)
Nabi Muhammad sendiri meninggal di usia 63 tahun. Sebuah usia yang dijadikan patokan usia rata-rata manusia masa kini. Bila seseorang masih hidup diatas usia 63 tahun, berarti ia diberi umur panjang.
Usia panjang bukan hal paling penting dalam hidup. Usia tak akan berarti tanpa adanya amal sholeh. Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur tapi jelek amalannya." (HR. Ahmad).
Amalan hidup seorang muslim mulai dihitung saat dirinya sudah menginjak masa akil baligh. Jika muslim yang telah aqil baligh tidak menjalankan perintah Alloh, maka dirinya telah berbuat dosa.
Pada hakikatnya, umur manusia semakin berkurang dari hari ke hari. Namun ada amalan yang memperpanjang umur, diantaranya yaitu menyambung silaturahmi dan memperbanyak sedekah. Bahkan ada ulama' yang berpendapat bahwa maksiat dapat mengurangi umur.
Banyak orang yang lupa pada Alloh saat mudanya. Semua sibuk mengejar dunia dan melupakan akhirat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar